JAKARTA, Di sebuah desa kecil di Nganjuk, hiduplah seorang remaja perempuan bernama Siti. Sejak kecil, Siti selalu diharapkan oleh keluarganya untuk mengikuti tradisi dan nilai-nilai yang dianut. Ketika orang tuanya memutuskan bahwa Siti akan menikah dengan seorang pemuda pilihan mereka, harapan itu seolah menjadi beban berat bagi Siti.
Siti sebenarnya tidak mengenal calon suaminya, Ahmad, dengan baik. Ia merasa tertekan oleh keputusan orang tuanya dan tidak punya suara dalam menentukan masa depannya. Dalam hati, ia merasa bahwa menikah dengan Ahmad bukanlah pilihan yang tepat untuknya. Kebingungan dan kemarahan mulai menggerogoti pikirannya.
Suatu malam, dalam keputusasaan, Siti menemukan ide yang mengerikan. Ia berencana untuk meracuni Ahmad agar pernikahan itu tidak terjadi. Dalam pikirannya, tindakan ini adalah satu-satunya cara untuk menghindari nasib yang tidak diinginkannya. Siti kemudian mencari racun yang bisa didapatkan dengan mudah, menyembunyikannya dengan rapi.
Hari pernikahan semakin mendekat, dan Siti merasa cemas. Namun, saat Ahmad datang untuk melangsungkan lamaran, Siti melaksanakan rencananya. Dengan berpura-pura menghidangkan makanan lezat, ia menambahkan racun ke dalam piring Ahmad. Rencana itu berjalan lancar, dan saat Ahmad mulai merasakan gejala keracunan, suasana langsung berubah.
Keluarga dan tamu yang hadir panik melihat keadaan Ahmad yang sekarat. Siti pun terperangkap dalam kebohongannya sendiri. Saat Ahmad dilarikan ke rumah sakit, Siti merasa hancur. Ia menyadari bahwa tindakannya bukan hanya membahayakan nyawa orang lain, tetapi juga merusak hidupnya sendiri. Dalam keputusasaan, ia terpaksa mengakui perbuatannya.
Kisah ini menggambarkan betapa pentingnya komunikasi dan pemahaman dalam sebuah keluarga. Siti seharusnya bisa menyampaikan perasaannya kepada orang tuanya, dan orang tua pun seharusnya mendengarkan suara anak mereka. Dalam banyak kasus, tekanan sosial dan ekspektasi keluarga dapat menimbulkan dampak yang sangat berbahaya jika tidak ditangani dengan baik.
Kisah tragis Siti menjadi pelajaran bagi banyak orang tentang pentingnya memilih jalan hidup sendiri dan berbicara terbuka dengan orang-orang terdekat. Menghindari pernikahan yang tidak diinginkan seharusnya dilakukan dengan cara yang lebih positif dan konstruktif, bukan dengan tindakan yang merugikan diri sendiri dan orang lain.